Badai salju yang melanda Timur Tengah atau negeri Syam, minggu kedua Desember 2013 ini sungguh di luar kebiasaan. Hingga saat ini masih terasa dampaknya. Gunungan-gunungan salju di pinggir jalan kota Amman terlihat masih setinggi mobil. Hawa dingin yang terkadang sampai minus dua derajat Celcius terus menyergap negeri yang biasanya diselimuti hawa panas tersebut.
Persis di hari Rabu (11/12), badai salju yang bernama Alexia ini tiba-tiba menyapa kota Amman. Awalnya, penduduk menganggapnya sebagai hal yang biasa saja karena setiap tahun juga muncul musim dingin yang kadang dibarengi salju tipis. Namun yang kali ini beda. Secara perlahan, salju yang datang makin membesar. Puncaknya adalah hari Jumat lalu dimana salju sangat tebal bersama angin kencang secepat kilat menguasai hampir seluruh negeri yang dikenal dengan nama Kerajaan Hashemite ini. Jalanan macet, pohon tumbang dan Amman hari itu seperti kota ujung dunia, Moskow, di musim dingin.
Kalau diibaratkan sebuah peperangan, maka kota indah itu bisa dibilang telah dikuasai musuh. Bagaimana tidak, semua aktifitas masyarakat sangat terganggu oleh datangnya salju tebal. Bahkan, pemerintah pun kemudian memberlakukan jam kerja darurat: masuk kantor jam 11.00 siang dan pulang pukul 15.00. Asyik juga ya.
Tidak terkecuali, KBRI kita di jantung kota Amman itu juga mendapatkan guyuran kapas putih. Parkir depan kantor dan halaman samping dipenuhi salju lebih dari dari setengah meter. Mobil-mobil kantor seolah hilang ditelan es. Beberapa staf bahkan tidak bisa pulang dan terpaksa menginap di kantor.
Tempat penampungan di basement yang saat ini dihuni 58 TKW yang sedang mencari perlindungan, sangat aman. Di dalam gedung yang sangat kokoh itu, mereka memiliki penghangat dan ruangan pertemuan yang sangat memadai. Yang nahas adalah dapur masak mereka yang bangunannya terbuat dari alumunium. Hari itu terdengar suara gubrak. Sang dapur yang berukuran 100-an meter persegi ambruk dan menyerah kepada keganasan alam, tidak mampu menyangga salju yang beratnya sudah mencapai beberapa kuintal. Para TKW hanya bisa melongo, melongok dari jendela sambil mengelus dada. Astaghfirullah.
Dubes RI, Teguh Wardoyo di hari yang dingin itu segera meluncur ke kedutaan untuk melihat keadaan. Dimintanya staf bekerjasama dengan para TKW bahu membahu menyingkirkan bangkai atap. Untuk masak-memasak, dua tungku besar segera dipindahkan ke salah satu ruangan KBRI di lantai satu. Dubes juga meminta agar segera dibangun atap yang lebih kuat sekiranya musim dingin sudah berlalu. Maklumlah, dapur itu sebenarnya juga tempat pelatihan ketrampilan para TKW seperti membuat tempe dan tahu.
Sampai saat ini, tumpukan salju di mantan dapur runtuh masih tersisa setinggi satu meter. Air yang terus mengalir dari salju yang meleleh tampak terus dibersihkan oleh beberapa TKW secara sukarela. Bahkan tidak sedikit TKW yang sedang menghadapi aneka masalah tersebut mejeng, berfotoria di depan salju yang jarang mereka rasakan. "Ayo dong dijepret. Kapan lagi ada salju seperti ini. Aja lali, fotonya dikirim ke kampung ya," teriaknya merajuk.
Kabar burungnya, badai salju masih mungkin terjadi lagi dalam beberapa waktu ke depan. Sebuah anomali alam yang susah diprediksi. Negeri bergurun pasir yang biasanya berhawa panas, tiba-tiba harus menghadapi musim dingin penuh salju seperti di kota-kota di Eropa Utara. Huh!
SUMBER DETIKNEWS
0 comments:
Post a Comment