FOTO: Suhandik saat menyerahkan surat permohonan bantuan proses hukum atas kasus istrinya. |
Jakarta - Suhandik (28 tahun), suami TKI Sihatul Alfiah binti Tukiman yang sedang sakit dan koma di rumah sakit di Taiwan, menyatakan kalau tidak pernah didesak Pemerintah dalam hal ini BNP2TKI, untuk berdamai terhadap kasus isterinya.
Pernyataan Suhandik ini disampaikan langsung di depan Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di Kantor BNP2TKI Jakarta, pada Selasa sore (28/1/2014). Hadir Deputi Perlindungan Lisna Yoeliani Poeloengan, Kepala Biro Hukum dan Humas Ramiany Sinaga, Koordinator Crisis Center Henry Prajitno, dan pejabat BNP2TKI lainnya.
Sedangkan kehadiran Suhandik, warga asal Dusun Rumping RT 001/RW 004 Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, didampingi Nur Harsono, Musliha, dan Bariah dari Migrant Care, serta Arif Zubaidi, tetangganya dari Cluring, Kabupaten Banyuwangi.
Jumhur menegaskan, kehadiran Suhandik ke Kantor BNP2TKI ini dalam rangka ingin mendengarkan langsung tuntutan yang diinginkan. “Saya minta kepada saudara Suhandik mengungkapkan apa adanya. Jangan sampai merasa tertekan sehingga ada yang ditutup-tutupi. Sekiranya ada di antara pejabat BNP2TKI yang bersalah didalam melakukan mediasi, saya persilahkan untuk diungkapkan apa adanya. Saya tidak akan segan-segan memberikan sanksi terhadap pejabat BNP2TKI yang bersalah,” tegas Jumhur.
Suhandik mengatakan, kalau dirinya tidak pernah didesak pejabat BNP2TKI untuk berdamai. “Saya katakan dengan sesungguhnya kalau saya sama sekali tidak pernah didesak oleh Pemerintah - dalam hal ini BNP2TKI - untuk berdamai atas kasus sakit yang diderita isteri saya, Sihatul Alfiah binti Tukiman, di Taiwan saat ini. Yang saya minta, juga permintaan dari keluarga saya maupun orangtua dari isteri saya adalah, agar majikan dapat menyembuhkan isteri saya seperti semula,” kata Suhandik.
Selain itu, lanjut Suhandik menambahkan, yang diinginkan keluarganya maupun keluarga isterinya agar majikan dan PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) yang memberangkatkan Sihatul Alfiah bertanggungjawab terhadap sebab sakit dan mengakibatkan koma yang dideritanya di Taiwan saat ini. Berikut hak-haknya selama bekerja dipenuhi. “Selain itu, saya juga meminta agar dibiayai ke Taiwan guna menjenguk isteri,” kata Suhandik.
Pernyataan Suhandik ini sekaligus meluruskan pemberitaan berbagai media massa terbitan ibukota – baik cetak maupun elektronik dan online pada Selasa (28/1/2014) – yang menyebutkan, sikap BNP2TKI yang memilih cara damai dan menghindari jalur hukum didalam menuntaskan kasus TKI yang diduga disiksa majikannya di Taiwan. “Tidak ada pejabat dari BNP2TKI yang mendesak saya untuk berdamai dalam kasus ini,” tegas Suhandik.
Suhandik juga tidak membenarkan kalau ada pejabat dari BNP2TKI yang secara diam-diam melakukan mediasi dengan dirinya dan perusahaan jasa Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang kemudian menghasilkan kesepakatan tidak boleh ada masyarakat sipil yang terlibat dalam penanganan kasus sakit yang diderita isterinya lantaran diduga disiksa majikannya di Taiwan saat ini.
Yang terjadi, kata Suhandik, adalah dia diminta untuk mengikuti apa yang diinginkan PPTKIS. Misalnya, didalam pembuatan Paspor dan pengurusan Visa ke Taiwan untuk menjenguk isterinya, dirinya diminta biaya sebesar Rp 4 juta berikut data-data dirinya saat ini masih ditahan. Ia juga diminta membuat pernyataan di atas kertas bermeterai. Uang sebesar Rp 4 juta itu diperoleh dengan cara pinjam.
Suhandik juga akan menempuh jalur hukum atas kasus yang diderita isterinya di Taiwan. “Saya meminta kepada Pemerintah RI – dalam hal ini Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), BNP2TKI, dan KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indonesia) di Taiwan – memproses permasalahan ini sesuai jalur hukum dan memberikan jaminan sampai sembuh,” pinta Suhandik. (Imam/EN)
Sumber Berita EDISI NEWS
0 comments:
Post a Comment