Ratusan ribu buruh dari berbagai elemen di Tanah Air turun ke jalan, Kamis, 1 Mei 2014. Mereka merayakan Hari Buruh Sedunia dengan unjuk rasa massal. Sejak pagi demonstran mendatangi kantor-kantor pemerintahan, menuntut kesejahteraan. Aksi ini serentak dilaksanakan di 20 provinsi di Indonesia.

Di Jakarta, unjuk rasa digelar di beberapa titik, yaitu Bundaran Hotel Indonesia, kantor Kementerian Tenaga Kerja, Tugu Proklamasi, DPR/MPR, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Gelora Bung Karno. Massa long march dan berkumpul di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta pusat.

Aksi buruh ini mengakibatkan sejumlah jalan utama Ibu Kota lumpuh total. Kemacetan tak dapat dihindari. Untungnya, tak banyak aktivitas warga, sebab pemerintah sudah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.

Berdemo di kantor presiden, mereka menyampaikan 10 poin tuntutan. Buruh mendesak pemerintah menaikkan gaji sebesar 30 persen dari upah minimum regional (UMR) Rp2,8 juta. Dan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) direvisi menjadi 84 item, serta menolak penangguhan upah minimum.

Orator yang mewakili para buruh melontarkan ejekan dan caci maki kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Buruh menganggap SBY telah "mengoplos" Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja. SBY dituding merampok lima persen upah buruh.

"Negara kita, negara maju. Kami minta KHL dari 60 item menjadi 84 item. Wajar kalau kami menuntut karena kami ingin hidup layak," ujar orator dari Konfederasi Serikat Buruh Indonesia itu berteriak. Salah satu yang dimasukkan dalam daftar baru KHL itu adalah uang pulsa, koran dan televisi.

Buruh menyalahkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Upah Minimum, Nomor 7 Tahun 2013. Buruh menilai upah itu justru menyesengsarakan kehidupan mereka. "Upah minimum sektoral, hilang."

Demonstran menganggap SBY tak mampu mempertahankan sumber daya alam Indonesia. Untuk kebutuhan kecil saja, seperti produksi tusuk gigi dan centong nasi, Indonesia masih memperolehnya dari negara tetangga, China.

Pemerintah diminta menerapkan jaminan pensiun wajib bagi buruh pada Juli 2015. Juga jaminan kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, serta ganti INA CBG's dengan Fee For Service, audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Dalam orasinya, buruh menyinggung soal transportasi publik dan perumahan murah bagi pekerja. Serta wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.

Penghapusan outsourcing juga tak bosan-bosan disuarakan buruh. Mereka menolak sistem kontrak di Badan Usaha Milik Negara. Dalam May Day tahun ini, demonstran turut menyampaikan aspirasi asisten rumah tangga. Pemerintah diminta segera mensahkan rancangan undang-undang PRT dan revisi UU Perlindungan TKI No 39/2004.

Para guru honorer yang ikut barisan buruh ini mendesak segera diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil. Ribuan guru yang berasal dari Jakarta, Banyumas, Jakarta Timur, Jawa Tengah, Banten, Subang, Bandung, dan Pandeglang itu juga minta diberikan subsidi Rp1 Juta per orang/per bulan dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

Komitmen Capres

Momen Pemilu dimanfaatkan demonstran untuk memperjuangkan aspirasinya. Buruh berjanji akan mendukung siapapun yang bersedia memperjuangkan nasib mereka. Sebaliknya, perayaan buruh ini menjadi panggung bagi kandidat calon presiden untuk meraih simpati.

Seperti yang dilakukan oleh Prabowo Subianto, capres dari Partai Gerindra. Dia berorasi di depan massa. Tidak hanya itu, Prabowo dan buruh menandatangani kontrak politik. Sepuluh tuntutan buruh itulah yanhg dijadikan kontrak politik.

"Apabila dia bersedia, maka kami pastikan Prabowo adalah capres yang kami dukung," ujar Presiden KSPI, Said Iqbal, di depan Istana Negara. "Kalau Prabowo berbohong, maka kami akan melakukan kampanye dengan tindakan sosial."

Kata Said, sebelumnya KSPI sudah mengundang capres lainnya, yaitu Joko Widodo alias Jokowi dan Aburizal Bakrie. Namun, keduanya tak memberikan tanggapan.

Seorang buruh dari PT. Epson, Yati, mengaku akan memilih presiden yang mau menaikkan gaji buruh hingga 30 persen. Namun, meski Prabowo menandatangani kontrak politik dengan para buruh, Yani belum tentu memilihnya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Andri, buruh dari perusahaan asing PT Scot Igarglas, Cikarang.

Dia memastikan akan memilih capres yang pro buruh. "Dari janji-janjinya (Prabowo) yang diberikan bagus, tidak tahu kalau nyoblos," kata Andri.

Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Sri, secara blak-blakan mengungkapkan sikapnya, yaitu menolak capres yang tidak membela buruh.

Dalam orasinya, Sri menegaskan, para buruh tak akan mendukung Gubernur DKI Joko Widodo alias Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia. "Kami tidak akan memilih Jokowi, karena dia tidak berpihak pada buruh. Kami selalu tertindas," ujar Sri.

Sri khawatir, apabila dikemudian hari Jokowi terpilih, maka nasib para buruh hanya akan berpindah, dari satu penindas ke penindas lainnya.

Meski demikian, Sri mengaku orasinya tak bermaksud mempengaruhi para buruh lainnya untuk tidak memilih Jokowi. "Pilihan tetap ada di diri masing-masing. Namun apa yang dipilih saat ini akan berpengaruh lima tahun mendatang," kata dia.

Buruh Jakarta merasa tidak puas dengan keputusan Jokowi yang menetapkan UMP 2014 sebesar Rp2,4 juta. Buruh menganggap angka itu tak pantas, jauh dari harapan. Mereka tetap pada tuntutannya: UMP Rp3,7 juta.

Janji Pemerintah

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar berjanji akan segera menuntaskan masalah outsourcing di berbagai perusahaan di Indonesia. Tetapi Muhaimin keberatan Hari Buruh Internasional, hanya dimanfaatkan sebagai ajang demonstrasi massal.

Muhaimin berharap libur nasional hari buruh digunakan untuk mempererat hubungan antara perusahaan dan buruh.

Dia meyakinkan pemerintah akan terus berupaya membangun dialog antara buruh dan perusahaaan agar hubungan keduanya semakin baik. "Masih harus terus dikuatkan untuk dialog," kata dia.

Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat meminta tuntutan buruh tidak terlalu berlebihan. Dengan demikian, semua pihak bisa memikirkan pertumbuhan ekonomi nasional. "Ujungnya, pengusaha dan buruh bisa mendapatkan yang terbaik," kata MS Hidayat.

Soal tuntutan buruh, Hidayat menjawab bahwa itu bisa diselesaikan dengan duduk bersama antara pemerintah, pengusaha, dan buruh. Tapi, Hidayat menilai, sebagian besar perusahaan sudah memiliki hubungan baik dan harmonis dengan buruhnya.

Misalnya soal kenaikan upah. Dia mengakui, kenaikan upah adalah hak buruh. "Asal tidak melampaui proporsi perusahaan." Sebab, kata dia, pengusaha keberatan jika tuntutaan buruh tidak proporsional.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, menyatakan 60 item KHL masih layak diberlakukan tahun ini. Kata dia, peningkatan KHL seharusnya diimbangi dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja Indonesia. (umi)
Sumber :VIVA NEWS

0 comments:

Post a Comment