Hongkong disebut-sebut sebagai negara tujuan pengiriman tenaga kerja yang paling menarik, selain karena gaji menggiurkan juga kebebasan yang diterima oleh tenaga kerja asing. Berita-berita miring tentang kekerasan terhadap tenaga kerja di Hongkong jarang terdengar. Namun, anggapan itu terpatahkan dengan kasus kekerasan yang menimpa Erwiana Sulistyaningsih.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah menampik, jika menyebut Hongkong sebagai surganya untuk TKI. Namun diakui, Hongkong berbeda dengan negara lain tujuan pengiriman TKI, misal secara hukum Hongkong mengakui hak buruh seperti libur dan kebebasan berorganisasi. Tidak heran jika TKI khususnya, tenaga kerja wanita (TKW), memiliki organisasi diluar pekerjaan sehari-hari.

“Namun bukan berarti tidak ada masalah,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Selasa (28/1/2014).

Hongkong juga tercatat sebagai negara tujuan pengiriman TKI dengan cost yang paling besar. Bayangkan untuk biaya penempatan, satu orang calon TKI dikenakan biaya Rp 35 juta. Biasanya dipotong gaji selama tujuh bulan.

Ia menambahkan, waktu tujuh bulan setelah penempatan merupakan masa yang paling rawan.

“Masa tujuh bulan adalah paling rentan. Dia harus tetap bekerja dalam kondisi apapun. Kalau tidak bisa bekerja maka dia harus membayar,” imbuhnya.

Migrant Care mendorong DPR menuntaskan revisi UU TKI dengan mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan yang ada dalam konvensi PBB tentang hak-hak buruh, Konvensi Cedaw, Konvensi ILO 189 tentang PRT, dan 8 konvensi pokok ILO.

Saat kasus Erwiana mencuat pada Januari tahun ini, secara bersamaan kasus TKW Sehatul Alfiyah asal Banyuwangi di Taiwan. mencuat. Sehatul adalah korban dari majikannya.

“Revisi UU sudah dibahas tiga tahun lalu. Indonesia harus memperbaiki kesepakatan negara bilateral negara tujuan,” tegasnya.
Sumber Berita RRI



0 comments:

Post a Comment