DDHK News, Indonesia – Indonesia Migrant Centre (IMC) menggelar seminar “KTKLN & Inkonsistensi Birokrasi” di Jakarta (Rabu, 29/1/2014). Pada seminar tersebut, IMC mendesak pemerintah agar menghapus KTKLN.
“KTKLN tidak bermanfaat bagi perlindungan migran, “ ujar Tri Sugito (Ketua IMC Hong Kong) dalam manifesto yang ia bacakan.
“Hendaknya pemerintah menduplikasi sistem pemerintah Philipina dalam mengelola migrant. Fakta membuktikan, keseluruhan biaya yang dikenakan kepada migran Filipina, hanya 10% dari migran Indonesia.”
Menanggapi seminar IMC tersebut, Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan BNP2TKI Arifin Purba di Jakarta, Rabu siang (29/1/2014) menegaskan, diwajibkannya TKI yang berangkat bekerja ke luar negeri untuk memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) merupakan perintah dari Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
“Diciptakannya Undang Undang itu (maksudnya UU 39/2004) wajib dijalankan dan ditaati oleh setiap warga negaranya yang berangkat bekerja ke luar negeri. Lalu, keberadaan UU itu pula wajib untuk diamankan pelaksanaannya dari upaya-upaya yang mencegah dan menghambatnya, serta ditegakkannya sanksi bagi pelanggarnya,” kata Arifin.
Dijelaskan Arifin dalam situs BNP2TKI, dalam KTKLN terdapat microchip yang berisi 48 data TKI mulai dari nama dan alamat TKI, nama dan alamat PPTKIS, nama dan alamat pengguna (users) di negara tujuan penempatan kerja, kontrak kerja, jabatan, sektor usaha, gaji, asuransi, dan data-data lainnya.
“Data itu sangat berguna bagi TKI bila menemui masalah kerja di negara penempatan sehingga pemerintah lebih mudah untuk melindungi,” kata Arifin.
“KTKLN ini merupakan instrumen perlindungan bagi TKI dan mencegah dari praktik percaloan TKI dan perdagangan orang (human trafficiking),” tambahnya. (ida/ddhongkong.org).*
Sumber Berita DDHK


0 comments:

Post a Comment