Kronologi Terungkapnya Kasus BMI Hongkong yang Disiksa Majikan

Foto- foto luka Erwiana

SEORANG buruh migran Indonesia (BMI) pulang dari Hong Kong dalam keadaan sakit dengan tubuh dan wajah sarat bekas luka, Jumat (10/1/2014). BMI bernama Erwiana Sulistyaningsih itu kini dalam perawatan di sebuah rumah sakit di Magetan, Jawa Timur.

Informasi tentang BMI yang pulang tanpa pendampingan pihak berwenang itu awalnya beredar melalui situs jejaring sosial facebook.  Dalam status akun facebook Bunga Chacha, Jumat (10/1/2014),  tertulis:  “Ya Alloh …masih terasa cerita semalam di bandara…” seraya memasang foto BMI itu di ruang tunggu di bandara Chek Lap Kok, Hong Kong.

Ketika SUARA meminta konfirmasi, pemilik akun Bunga Chacha mengatakan tidak mengetahui identitas korban secara detail, karena pertemuan dengan BMI itu sangat singkat. Pemilik akun FB itu kemudian memberi nomor telepon temannya, Rian, yang kebetulan pulang ke Tanah Air bersama Erwiana. Tapi, Rian tidak bersedia komentar ketika dihubungi.
Dari Direktur Migrant Aid Indonesia, Moch Cholily, diperoleh informasi mengenai jati diri korban.

 “Saya menghubungi pihak UPTP3TKI, dan dari penelusuran UPTP3TKI diketahui bahwa BMI ini

Biodata Erwiana

bernama Erwiana Sulistyaningsih. Lahir pada 07 Januari 1991. Dia direkrut oleh PT Graha Ayu Karsa, dan agennya di Hong Kong adalah Chans Asia Recruitment Centre. Dia bekerja di Tseung Kwan O, Hong Kong,” demikian Cholily kepada SUARA, Sabtu (11/1/2014) siang.

Cholily mengatakan, Migrant Aid Indonesia telah meminta pihak perusahaan yang memberangkatkan Erwiana untuk bertanggung jawab atas seluruh biaya pengobatan BMI asal Ngawi, Jawa Timur tersebut. “Tadi, pihak PT sudah menyatakan kesanggupan untuk membiayai pengobatan. Juga, PT menyatakan sanggup membiayai keberangkatan korban ke Hong Kong untuk menuntut kasusnya secara hukum,” kata Cholily.

Lebih lanjut, Direktur Migrant Aid Indonesia itu mengatakan ada beberapa hal yang perlu dilakukan terkait kasus Erwiana ini.

Erwiana dengan sahabatnya menjelang keberangkatannya ke Hongkong

“Pertama, tindakan emergensi dan rehabilitasi, yakni PPTKIS harus bertanggung jawab dalam biaya pengobatan hingga korban sembuh total. Kedua, PPTKIS harus membiayai keberangkatan yang bersangkutan ke Hong Kong untuk melakukan penuntutan secara hukum. Ketiga, Pemerintah Indonesia melalui KJRI harus menyediakan pengacara handal dalam upaya hukum korban. Keempat, majikan harus mendapat efek jera supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi di kemudian hari. Kelima, majikan harus di-blacklist dan tidak boleh menerima pekerja rumah tangga Indonesia lagi. Keenam, PPTKIS, agen, dan majikan harus membayar semua kerugian pihak yang bersangkutan, baik kerugian materiil maupun imateriil,” kata Cholily.

Ketika SUARA meminta konfirmasi, Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Chalief Akbar Tjandradiningrat, menyatakan sedang mempelajari kasus ini dan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait. “Kami sudah mendapatkan datanya, juga kami sedang mengusut kasus ini dan menghubungi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti kasus ini. Untuk sementara, baru itu yang bisa saya sampaikan,” kata Konjen Chalief.[Benu]


Sumber Suara Hk