(theguardian.com/Maya Vidon/EPA) |
Pada 27 Januari 2008, pukul 13.10, Soeharto menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Sejak awal Januari 2008, ia kembali masuk rumah sakit. Wajah, kaki, tangan, dan bagian tubuh lainnya membengkak karena kelebihan cairan. Jantung almarhum tak mampu memompa darah dengan normal.
Soeharto untuk pertama kali dirawat di rumah sakit pada Juli 1999. Tim dokter kepresidenan di Rumah Sakit Pusat Pertamina menunjukkan ia mengalami stroke ringan. Jelang dua pekan, almarhum terkena pendarahan usus. Setelah itu, ia keluar-masuk rumah sakit.
Jenderal Besar itu dimakamkan di Astana Giribangun di Desa Karang Bangun, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin upacara pemakaman dan membacakan apel persada.
Soeharto tak mungkin diabaikan dalam sejarah Indonesia. Sejak 1967 sampai 1998, ia menjadi orang nomor satu. Pada 21 Mei 1998, ia mengundurkan diri. Sebelumnya, Indonesia digoyang serangkaian demonstrasi mahasiswa. Pada 13 Mei-14 Mei, kerusuhan melanda Jakarta dan dan sejumlah kota lain.
Melihat kenyataan itu, pada 16 Mei 1998, 9 tokoh nasional menulis surat yang meminta Pak Harto mengundurkan diri sebagai presiden. "Surat itu diberi judul khusnul khotimah. Ada empat formula yang intinya minta Pak Harto mundur," kata Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, salah seorang dari 9 tokoh itu, dalam dialog dengan Liputan 6 SCTV, Senin 28 Januari 2008 [simak video: Cak Nun: Pak Harto Legowo Mundur]
Pada 18 Mei 1998, surat tersebut diserahkan kepada Soeharto melalui Menteri Sekretaris Negara saat itu Saadilah Mursyid. Soeharto menerima surat dengan baik dan menyatakan siap mundur. "Setelah Isya, Pak Harto menelepon saya dan Cak Nur (alm. Nurcholish Madjid) untuk menjamin keamanan peralihan kekuasaan jika dia turun," ujar Cak Nun.
Menurut Cak Nun, Soeharto dengan mudah menuruti permintaan sembilan tokoh karena dirinya menyadari rakyat Indonesia tak ingin Pak Harto menjabat presiden. Pak Harto, lanjut Cak Nun, sangat legowo atau menerima apa pun yang dikehendaki rakyat. "Pak Harto tak takut dengan mahasiswa atau militer. Pak Harto justru takut kemarahan rakyat yang out of control," tutur Cak Nun.
Sumber Berita LIPUTAN 6
0 comments:
Post a Comment