Nama Saya Faridah Aini, saya bekerja secara mandiri di Dubai, Uni
Emirat Arab (UEA). Setelah sempat dua kali diperlakukan tidak adil
dengan tidak diberikan boarding pass oleh Garuda Indonesia (21 dan 22
Oktober 2012) hanya karena tidak memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN), Petugas Garuda Indonesia dan Pejabat Imigrasi Bandara Soekarno
Hatta akhirnya membebaskan saya berangkat menjadi pekerja migran walau
tanpa KTKLN (4/11/12).
Saya pun tiba di Bandara International Dubai, setelah didampingi
Abdul Rahim Sitorus dari LBH Yogyakarata dan Fathulloh dari PSD-BM
hingga ke Bandara Soekarno Hatta untuk menghadapi aksi main cekal yang
dilakukan Imigrasi dan Garuda Indonesia. Terbayang sudah bagaimana
modernnya Dubai, bagaimana cara hidup masyarakat Arabnya yang terus
dipermodern menjadi kota multi kultur, kota internasional tempat orang
dari berbagai etnik, agama, bahasa menjadi satu tujuan untuk mewujudkan
mimpi-mimpi mereka, termasuk saya yang ingin mendapatkan kehidupan yang
layak.
Begitu tiba Dubai semua penumpang Maskapai Garuda Indonesia (pada
waktu itu saya naik Garuda) turun kecuali mereka yang melanjutkan
perjalanan ke Amsterdam. Saya bertemu dengan orang Indonesia yang
bekerja di Etisalat, perusahaan penyedia jasa telepon dan internet
(seperti Telkom di Indonesia). Dia menunjukkan kepada saya tempat paspor
kontrol. Saat itu antrian cukup panjang, giliran saya maju ternyata si
petugas meminta visa asli saya, kemudian dia menunjukkan tempat dimana
saya harus mengambil visa asli. Alhamdulillah visa asli saya sudah ada,
jadi tinggal ambil dan kembali ke antrian.
Tetapi pada waktu saya mengambil visa asli saya melihat tujuh orang
Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Indonesia sedang berdiri di depan meja
tempat mengambil visa. Saya mendengar pembicaran mereka, sepertinya
mereka sedang ada masalah, kemudian saya tanya ke mereka. “Mbak, mau
ambil visa asli juga?” tanya saya, lalu salah satu dari mereka menjawab ”
Iya Mbak!”, “Kita tadi sempat bingung lho, lama muter muter bandara
ini, katanya petugas bandara suruh naik ke lantai atas, eh sampai di
atas suruh turun lagi,” kata mbak tersebut dengan muka letih.
“Maunya kita ngambil tas mbak, tapi sama petugas bandara di-stop,”
jelas temannya yang duduk bersebelahan. “Kita berempat dapat visanya
Mbak, tapi visa temen saya yang 3 orang ini ga ada, terus gimana?,”
keluh teman yang disebelahnya lagi. “Duh kasian banget Mbak Mbak ini,”
batin saya berkata, lalu saya tanya apa Mbak sudah tanyakan ke
petugas?,”, yang lain menjawab “Ya gimana mau tanya mbak, Saya tidak
bisa bahasa Arab dan bahasa Inggris, Petugas sih ngomong mbak, tapi saya
nggak ngerti,”.
Mendengar pernyataan tersebut, kemudian saya bertanya ke petugas
imigrasi bandara Dubai, dan jawabannya adalah ketiga orang ini visa
aslinya belum sampai di meja petugas. Karena itu, mereka harus menunggu
dulu sampai visa asli datang, mungkin esok hari baru datang.
“Di Dubai, prosedurnya sponsor atau calon majikan harus mengirim visa
asli pekerjanya ke bandara, kemudian visa itu diambil oleh TKW yang
bersangkutan, baru bisa diizinkan untuk meninggalkan bandara,” demikian
saya menjelaskan pada mbak-mbak tadi. lalu saya tanya “Mbak punya
KTKLN?” mereka menjawab “Ya pasti Mbak,” Saya hanya tersenyum sambil
berkata dalam hati kepada Kepala BNP2TKI “Tuh lihat, yang ada KTKLN
justru bermasalah, dan KTKLN tak mungkin bisa membantu,”.
Karena untuk bekerja di Dubai yang penting kita punya visa kerja dan
paspor, titik. Saya tidak habis pikir dengan agen penyalur tenaga kerja
di Indonesia (PJTKI), kenapa mereka bisa memberangkatkan TKI yang belum
bisa berbahasa asing sesuai tempat negara tujuan?.
Katakanlah Buruh Migran Indonesia (BMI) belum bisa bahasa asing, tapi
kalo visa kerja belum tiba di bandara pada saat kedatangan di Dubai itu
sangat keterlaluan, sehingga mbak-mbak itu harus terlantar di Bandara
Internasional Dubai, lebih-lebih mereka tidak mengerti prosedur dan
informasi-informasi di bandara. Soalnya saya bisa melihat kalau mereka
panik dan takut karena tidak bisa keluar bandara, sampai visa asli ada
di tangan mereka.
Tentu saja hal ini menjadi masalah bagi mbak-mbak BMI tersebut.
Mungkin bagi yang paham tidak masalah, karena mereka langsung
menghubungi majikan atau sponsor di Dubai, tapi bagi yang tidak paham?,
Kasihan sekali, bukan?. Merasa sama-sama warga Indonesia yang akan
bekerja di Dubai, saya pun berusaha membantu menenangkan mereka.
“Jangan khawatir Mbak, tunggu saja sampai besok, Kalo besok belum
ada, minta tolong petugas di bandara, polisi juga tidak apa apa, suruh
mereka menelponkan majikan, nomer telepon majikan ada di berkas kontrak
kerja,” papar saya sambil berusaha menenangkan mereka.
Terus mereka mengeluarkan berkas kontrak kerja dan saya tunjukkan
dimana letak nomer telpon majikan. Alhamdulillah, empat BMI yang bersama
sama saya langsung masuk ke barisan paspor kontrol lagi. Ternyata bagi
yang pertama ke Dubai harus scan mata dulu. Ini pun (scan mata) menjadi
pengalaman pertama kali buat saya. Petugasnya bilang “Welcome to Dubai”,
setelah sedikit basa basi dengan dia, kami langsung ke bagian
pengambilan bagasi, keluar, Alhamdulillah sopir calon majikan saya sudah
menunggu sejak dari jam 2 pagi, tapi lagi-lagi empat kawan BMI yang
bersama saya tadi, kembali bingung dimana penjemput mereka?.
Saya pun meminta mereka melihat satu satu dulu, para penjemput yang
sudah antri berjajar sambil membawa kertas bertuliskan penumpang yang
dijemput, kalau tidak bertemu tolong lapor ke petugas bandara, telepon
ke pihak agensi atau majikan, nomer telponnya di kontrak kerja juga,
alhamdulillah akhirnya ketemu juga sopir mereka, kata sopir saya, mereka
tempatnya di Fujairah.
Demikian kisah dan pengalaman saya yang kembali menegaskan bahwa
sesat pikir jika pemerintah menganggap KTKLN adalah skema perlindungan
BMI. Karena saat BMI menghadapi masalah di luar negeri justru bekal
kemampuan bahasa asing dan bekal informasi soal prosedur yang akan
membantu mereka. KTKLN akan tetap sia-sia, jika PJTKI tetap dibiarkan
tanpa pengawasan dan asal-asalan dalam menempatkan BMI ke luar negeri.
Copas dari Buruh Migran
Home
»
Artikel
»
Cerita TKI
»
Hukum dan Keimigrasian
»
TKI UAE (Dubai &Abudhabi)
» Punya KTKLN, BMI Justru Bermasalah di Bandara Dubai
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment