Sekitar 50 buruh migran di Hong Kong yang tergabung dalam Asian
Migrant Coordinating Body (AMCB) menggelar aksi protes di depan kedutaan
besar Arab Saudi di Hong Kong menuntut pengampunan bagi Satinah Binti
Jumaidi Ahmad yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
Satinah, seorang buruh migran Indonesia dari Semarang, merantau ke
Saudi Arabia untuk menghidupi kedua anaknya. Namun di tahun 2007,
Satinah ditangkap dengan tuduhan membunuh majikannya Nura al-Garib dan
mencuri uang. Di tahun 2010, Satinah divonis bersalah telah membunuh
majikannya secara spontan, namun keluarga majikan memaafkan jika ia bisa
menyediakan uang tebusan 7 juta riyal atau sekitar Rp. 17,5 miliar.
Jika tidak maka Satinah akan dieksekusi pada tanggal 3 April 2014.
“Satinah bukan kriminal. Dia hanyalah ibu rumah tangga yang merantau
demi menghidupi keluarga. Dia keluar negeri untuk bekerja, bukan untuk
membunuh majikannya. Kami yakin ada kondisi yang melatarbelakangi
tindakan Satinah” tegas Eni Lestari, juru bicara AMCB.
Eni Lestari menambahkan meski Konvensi Perlindungan PRT C189 telah
disahkan, kondisi kerja buruh migran sektor PRT masih sangat buruk
seperti tidak ada libur, pembatasan jam kerja, tempat istirahat dan
hak-hak lain. Tidak adanya perlindungan hukum di Arab atau negara-negara
penempatan lainnya menyebabkan buruh migran tidak berdaya ketika
menghadapi majikan jahat. Jika bertahan semakin teraniaya tapi jika
meninggalkan rumah majikan maka kemungkinan akan ditangkap aparat
setempat.
“Mayoritas buruh migran tidak diberitahu hak-haknya dan lembaga mana
yang bisa dihubungi jika membutuhkan bantuan. Nomor hotline kedutaan
Indonesia di negara penempatanpun belum tentu tahu. Mereka hanya diberi
nomor PJTKI dan Agen tapi seperti halnya pengalaman Erwiana, agen malah
memaksa mereka untuk terus bekerja di rumah majikannya yang jahat” jelas
Eni Lestari.
Eni Lestari juga mempertanyakan mengapa pemerintah Indonesia selalu
lamban dalam menyikapi kasus-kasus buruh migran termasuk Satinah.
Bantuan hukum bagi Satinah baru diberikan ketika kasusnya tinggal
menunggu vonis dan bukan dari awal ketika Satinah ditangkap. Saat ini,
ada 28 buruh migran Indonesia yang juga sedang menunggu hukuman mati di
Arab Saudi. Ngatini yang dinyatakan telah meninggal juga masih belum
jelas kapan jenasahnya boleh dipulangkan.
“Satinah tidak harus menghadapi hukuman mati jika negara menyediakan
lapangan kerja dengan upah layak di dalam negeri atau ketika dia
mengalami kesulitan, dia tahu kemana harus meminta pertolongan. Tapi
sayangnya, Satinah dan PRT-PRT migran lainnya harus berjuang mencari
solusinya sendiri di tengah absennya perlindungan yang dibutuhkan.
Satinah hanyalah korban kemiskinan, pembodohan dan penelantaran ”
tegasnya.
Selain buruh migran, organisasi Hong Kong yang turut memberikan
solidaritasnya antara lain Federasi Internasional Pekerja Rumah Tangga
(IDWF), Socialist Action, Asian Monitor Resource Centre (AMRC) dan Asian
Pacific Mission for Migrants (APMM) yang turut meminta pengampunan bagi
Satinah. Aksi yang berlangsung selama satu jam di bawah kedubes Arab
Saudi juga membawa kekecewaan dari peserta aksi karena penolakan kedubes
untuk menerima petisi yang ditandatangani 20 organisasi.
“Kami tidak akan menyerah untuk memperjuangkan pembebasan Satinah dan
buruh migran lain yang terancam hukuman mati. Kami sedang berkoordinasi
dengan jaringan internasional untuk menggelar aksi-aksi protes di depan
kedubes Arab dan mengirimkan petisi kepada Raja Arab. Keadilan bagi
Satinah adalah keadilan bagi kami semua” tutup Eni.
##############
Siaran Pers: Siaran Pers 14 Februari 2014
Referensi: Eni Lestari, Juru Bicara AMCB
Tel: +852-96081475
Copas dari buruhmigran.or.id
Home
»
Berita Media Online
»
Hukum dan Keimigrasian
»
TKI Hongkong
»
TKI Saudi Arabia
» Solidaritas Satinah: BMI Hong Kong Demo Kedubes Arab
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment