Di ahir dia bilang "Maaf ya tulisanya kebanyakan. Aku sendiri juga capai nulisnya. Apa boleh buat, dari dulu aku ingin curhat tapi enggak ada teman untuk mengadu. Hati ini makin menjerit ingat masa lalu. Sekarang sudah keluar semua unek-unekku. jadinya lega, Makasih banyak.."
Apa yang dilakukan si mba' itu persis sekali dengan apa yang pernah dilakukan Habibie.
Sepekan setelah sang istri tercinta Ainun
berpulang, beredar kabar jika Habibie "sakit keras". Bahkan, sejumlah
tim dokter mengatakan agar Habibie dirujuk ke rumah sakit jiwa karena
depresi akibat kehilangan sang istri.
Mengutip dari Batamtoday.com, Habibie memaparkan kisah lalunya
pada saat memberi kuliah umum pada peringatan ulang tahun Yayasan
Keluarga Batam (YKB) ke-35, di Hotel Pasific, Batam.
Habibie
bercerita, tepat sepekan setelah kepergian sang istri, Habibie
terbangun pada dini hari. Dengan masih mengenakan piyama dan tanpa alas
kaki, dirinya berjalan di sekeliling rumah. Dia menangis seperti anak
kecil yang mencari ibunya.
"Saya merasa Ainun masih bersama saya," kenang Habibie.
Meski
dirundung kesedihan yang mendalam, Habibie diminta harus tetap berbuat.
Tim dokter yang merawatnya akhirnya menawarkan empat opsi baginya.
"Habibie ditawari empat opsi. Yang pertama, Habibie harus dirawat di rumah sakit jiwa. Kedua, Habibie harus tetap di rumah tapi dirawat oleh tim dokter dari Indonesia dan Jerman yang mengerti tentang Habibie. Ketiga, Habibie curhat kepada orang-orang dekat saya dan Ainun. Pilihan keempat, Habibie menyelesaikan masalahnya sendiri. Dan, saya memilih opsi yang keempat," terang Habibie.
Dia menggambarkan sebuah komputer yang sedang ngadat, perlu di-restart agar bisa berfungsi kembali. "Kalau komputer hang, harus di-restart agar bisa berfungsi kembali. Tapi kalau manusia, apanya yang harus di-restart?" kata Habibie.
Me-restart
sistem berarti mengulang dari awal. "Dari situlah saya harus me-restart
diri saya dengan cara menuliskan kisah-kisah saya hingga bersama Ainun
dari awal," ujarnya.
Dalam waktu dua bulan
setengah, tulisan itu sudah siap. "Jadi, saya menulis buku bukan
untuk menjadi terkenal atau agar difilmkan, tapi itu untuk me-restart agar mental saya pulih kembali," terang mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu.
Tak disangkanya, tulisan yang bertujuan untuk "memulihkan" kondisinya itu malah menjadi best seller hingga difilmkan. Buku berjudul "Habibie & Ainun" itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Jepang, dan Jerman. (*)
Jika sahabat sedang tertekan dengan berbagai keadaan yang terjadi, ingin curhat enggak ada teman, perasaan ingin menjerit, sedih, sumpek dan lain sebagainya. cobalah ikuti jejak ini tumpahkan segalanya dalam bentuk tulisan. Kalau sudah jadi tulisan biar bermanfaat untuk orang lain, anda bisa kirimkan via inbok ke FB TKI Belajar Berkarya. nanti akan kami edit dan kami posting. semoga bisa menghilangkan beban pikiran anda. selamat mencoba...
0 comments:
Post a Comment